Amazon tengah menguji coba versi terbaru dari asisten digitalnya, Alexa+, yang kini dirancang untuk lebih pintar, lebih manusiawi, dan lebih membantu dalam kehidupan sehari-hari. Meski belum tersedia secara luas, pengguna Prime sudah bisa mencoba fitur baru ini secara gratis dalam program early access, sementara non-Prime akan dikenai biaya sekitar $20 per bulan setelah peluncuran resmi.
Lebih Percakapan, Lebih Manusiawi
Alexa+ dibekali teknologi generative AI dan arsitektur baru yang membuatnya lebih luwes dalam berkomunikasi, memahami perintah kompleks, dan bahkan memiliki sentuhan “kecerdasan emosional.” Misalnya, pengguna bisa berbicara dengan kalimat alami seperti layaknya percakapan dengan manusia, tanpa perlu perintah kaku ala “Alexa-speak”.
Namun, di balik janji canggih tersebut, pengalaman pengguna masih jauh dari sempurna. Alexa+ sering kali tidak konsisten, membutuhkan penjelasan ulang, bahkan menyampaikan informasi yang salah atau tidak lengkap. Misalnya, meski bisa memesan Uber, ia salah mengenali lokasi penjemputan, atau ketika diminta mengirim gambar melalui email, Alexa hanya mengirim deskripsi—dan kadang deskripsinya pun keliru.
Bisa Lebih Banyak, Tapi Belum Bisa Diandalkan
Dalam praktiknya, Alexa+ bisa melakukan hal-hal yang dulunya mustahil: memutar playlist berdasarkan lokasi, menyusun rencana proyek, hingga menjawab pertanyaan filosofis. Ia juga bisa terhubung dengan layanan seperti Spotify, Uber, OpenTable, dan lainnya. Tapi kemampuannya kerap diiringi dengan gangguan. Contohnya, ketika diminta mempercepat atau memperlambat gaya bicaranya, Alexa malah merespons sebaliknya secara berulang-ulang.
Ada juga kasus di mana Alexa mengatakan lagu dari Spotify sedang diputar, padahal tidak ada suara apa pun. Pengguna harus menelusuri pengaturan secara manual untuk memperbaikinya, yang justru menyulitkan.
Sentuhan “Manusiawi” yang Terasa Canggung
Salah satu fokus pembaruan adalah menjadikan Alexa lebih ekspresif, bahkan memiliki “kepribadian.” Tapi hal ini justru menimbulkan kesan ganjil. Alexa+ kadang terdengar terlalu “butuh perhatian,” memberi respons panjang yang tak perlu, atau bahkan terdengar defensif ketika menghadapi masalah teknis, seperti menyalahkan pengguna atas kesalahan koneksi.
Saat diminta menjelaskan “kecerdasan emosional”-nya, Alexa mengklaim bisa membaca suasana hati berdasarkan nada dan kata-kata pengguna—tapi tidak memberikan bukti nyata bahwa ia benar-benar memahami emosi.
Antara Harapan dan Realita
Dibandingkan versi lamanya, Alexa+ jelas lebih pintar dan fleksibel. Tapi jika dibandingkan dengan asisten berbasis AI generatif seperti ChatGPT atau Claude, performa Alexa+ masih belum selevel. Kelebihannya lebih terasa di interaksi rumah tangga, seperti menjalankan rutinitas smart home hanya dengan satu kalimat.
Namun, ketidakkonsistenan, fitur yang belum matang, serta batasan integrasi membuat banyak pengguna masih sulit untuk sepenuhnya bergantung pada Alexa+. Dalam banyak hal, Alexa+ lebih terasa seperti eksperimen yang menjanjikan namun belum selesai.
Amazon menyatakan akan terus mengembangkan dan memperluas fitur Alexa+, termasuk kerja sama baru dengan lebih banyak layanan pihak ketiga. Tapi untuk saat ini, pengguna disarankan menurunkan ekspektasi agar tidak kecewa—sekalipun pengalaman dengan Alexa+ sesekali bisa terasa “ajaib.”