Call of Duty: Black Ops 7 mencoba formula baru untuk mode campaign. Hasilnya cukup berani, kadang berhasil tapi juga meninggalkan kekurangan yang sulit diabaikan.
Fokus pada Mode Campaign
Catatan: ulasan ini hanya membahas mode campaign. Mode multiplayer dan Zombies masih dalam penilaian terpisah.
Black Ops 7 hadir hanya setahun setelah Black Ops 6. Banyak yang mengira perubahannya kecil, tapi Raven dan Treyarch justru mengambil langkah berbeda. Campaign kali ini terasa tidak seperti Call of Duty biasa. Pendekatannya mirip eksperimen multiplayer yang dikemas menjadi mode cerita.
Yang paling terasa adalah fitur co-op hingga empat pemain. Ini membuat campaign terasa seperti gabungan antara Zombies, Left 4 Dead, dan mode DMZ. Di satu sisi menyenangkan, tapi di sisi lain banyak keputusan desain membuat pengalaman solo terasa kurang nyaman.
Seru Saat Co-op, Kurang Menarik Jika Sendiri
Campaign Black Ops 7 memang terasa didesain untuk dimainkan bareng teman. Pertarungan boss yang punya titik lemah berbeda, stealth tim, hingga gadget futuristik membuat gameplay terasa dinamis.
Tapi jika bermain solo, kelemahannya terasa jelas. Tidak ada bot pendamping, tidak ada opsi pause karena harus selalu online, dan beberapa tugas harus dilakukan berkali-kali sendirian. Musuh pun tidak menyesuaikan jumlah pemain, jadi bermain solo bisa terasa melelahkan.
Cerita Singkat, Intens, dan Kadang Aneh
Cerita berlangsung di tahun 2035, saat tokoh antagonis Raul Menendez kembali dan organisasi teknologi The Guild mengancam dunia. Pemain berperan sebagai unit Spectre One yang harus menghadapi senjata psikologis berupa zat yang memicu mimpi buruk.
Hanya ada 11 misi dengan waktu main sekitar lima jam, namun lokasinya beragam: Tokyo futuristik, kota fiksi Avalon, hingga dunia halusinasi bergaya horor. Beberapa momen terasa seperti blockbuster Hollywood lengkap dengan ledakan raksasa dan adegan spektakuler.
Meski begitu, variasi misi tidak terlalu kuat. Banyak segmen masih bergantung pada pola tembak-lurus atau area terbuka dengan repetisi aktivitas.
Eksperimen Gameplay: Berani tapi Tidak Konsisten
Mobilitas ala game futuristik kembali hadir. Ada wall jump, grapple hook, hingga wingsuit. Rasanya cepat, agresif, dan menyenangkan, meskipun belum sehalus Titanfall 2.
Sementara itu, desain boss battle jadi salah satu eksperimen menarik. Walau tidak revolusioner, konsep titik lemah dan arena pertarungan membuat co-op terasa lebih hidup dibanding sekadar menembak musuh tebal armor seperti seri-seri sebelumnya.
Endgame: Mirip DMZ, Tapi Kurang Variasi
Setelah kredit bergulir, pemain masuk mode Endgame, yaitu zona terbuka di Avalon yang meniru gaya extraction shooter. Pemain naik level, melakukan misi, mengumpulkan upgrade, lalu memutuskan kapan harus kabur agar progres tidak hilang.
Konsepnya menarik, namun kontennya terasa repetitif. Kebanyakan misi hanya “bersihkan area dan lanjut”. Tanpa puzzle atau variasi objektif, mode ini cepat terasa membosankan, terutama saat bermain sendiri.
Cerita Untuk Fans Lama, Kurang Ramah Pemain Baru
Black Ops 7 merupakan lanjutan dari Black Ops 2 dan terhubung dengan Black Ops 6. Pemain yang tidak mengikuti timeline lama mungkin perlu melihat ringkasan dulu agar tidak bingung.
Tokoh utama David “Section” Mason kembali, menghadapi trauma masa lalu dan misteri keluarganya. Ada fan service untuk pemain lama, tetapi tidak semua elemen emosional terasa kuat.
Black Ops 7 adalah eksperimen berani dalam formula campaign Call of Duty. Co-op empat pemain, gaya futuristik, misi halusinasi, dan mobilitas cepat membuat game ini terasa segar.
Namun pendekatan ini juga membawa masalah:
- pengalaman solo kurang nyaman
- pacing cerita tidak konsisten
- mode Endgame cepat terasa repetitif
Untuk pemain yang suka main bareng teman, Black Ops 7 terasa seperti pesta aksi futuristik penuh kekacauan seru. Tapi untuk yang menikmati Call of Duty karena mode campaign single-player yang rapi dan sinematik, Black Ops 7 mungkin terasa kurang fokus dan terlalu eksperimental.

