Di tengah cepatnya siklus pembaruan teknologi, jarang ada sebuah laptop yang tetap relevan hingga lima tahun setelah peluncuran. Namun, MacBook Air M1 menjadi pengecualian. Meski pertama kali diperkenalkan pada 2020, laptop ini hingga kini masih dianggap sebagai salah satu pilihan dengan nilai terbaik di kelasnya, terutama untuk pengguna yang mencari perangkat serba bisa untuk kebutuhan sehari-hari.
Perubahan besar Apple dimulai ketika mereka meninggalkan prosesor Intel dan beralih ke Apple Silicon. Keputusan ini sempat diragukan banyak pihak, mengingat reputasi MacBook era Intel yang dinilai boros daya, panas, dan kurang sepadan dengan harganya. Namun, kehadiran chip M1 justru menjadi titik balik. Apple berhasil menghadirkan laptop yang kencang, hemat daya, senyap berkat desain tanpa kipas, serta memiliki daya tahan baterai yang jauh melampaui para pesaingnya.
MacBook Air M1 menawarkan performa yang masih sangat layak untuk berbagai aktivitas umum. Mulai dari bekerja di browser dengan banyak tab, menulis, mengedit foto, hingga kompilasi kode dan editing video 4K ringan, semuanya masih dapat dijalankan dengan lancar. Pengalaman penggunaan juga diperkuat oleh detail-detail kecil yang sering luput dari perhatian, seperti trackpad yang presisi, kualitas speaker yang baik, serta keyboard yang nyaman untuk penggunaan jangka panjang.
Dari sisi software, transisi ke arsitektur ARM juga berjalan relatif mulus. Dukungan Rosetta 2 memungkinkan aplikasi lama tetap berjalan dengan baik, sementara sebagian besar pengembang besar dengan cepat mengoptimalkan aplikasi mereka untuk Apple Silicon. Hal ini membuat kekhawatiran soal kompatibilitas aplikasi nyaris tidak menjadi masalah besar bagi pengguna umum.
Menariknya, alasan MacBook Air M1 masih relevan bukan hanya karena performanya, tetapi juga karena harga pasarnya saat ini. Di beberapa pasar, laptop ini bisa ditemukan dengan harga jauh lebih rendah dibandingkan saat pertama kali rilis, bahkan hampir setengahnya. Pada rentang harga tersebut, banyak laptop lain memang unggul di satu aspek tertentu, seperti performa gaming atau spesifikasi di atas kertas. Namun, sering kali keunggulan itu harus dibayar dengan kompromi besar di sisi lain, seperti daya tahan baterai, kualitas layar, keyboard, atau pengalaman penggunaan secara keseluruhan.
Meski demikian, MacBook Air M1 bukan tanpa keterbatasan. Varian dasar dengan RAM 8GB dan penyimpanan 256GB mulai terasa sempit untuk kebutuhan berat di tahun-tahun belakangan. Pengguna yang sering membuka banyak aplikasi sekaligus atau menjalankan workflow berat tetap perlu mempertimbangkan kebutuhan mereka dengan matang. Laptop ini juga jelas bukan pilihan ideal bagi gamer atau pengguna yang bergantung pada aplikasi khusus Windows.
Namun, untuk mayoritas pengguna yang membutuhkan laptop andal untuk aktivitas harian, bekerja, belajar, dan konsumsi konten, MacBook Air M1 masih menawarkan paket yang sangat seimbang. Bahkan dengan hadirnya generasi M2, M3, hingga M4, banyak pengguna merasa belum memiliki alasan kuat untuk melakukan upgrade.
Lima tahun setelah peluncurannya, MacBook Air M1 membuktikan bahwa desain yang matang dan keputusan teknologi yang tepat dapat menghasilkan perangkat dengan umur pakai panjang. Di kelas harganya saat ini, laptop ini masih menjadi tolok ukur soal bagaimana seharusnya sebuah laptop bernilai tinggi didefinisikan.

