Meta kembali menjadi sorotan dengan rencana peluncuran kacamata pintar terbaru yang diberi nama kode Hypernova. Tidak seperti Ray-Ban smart glasses sebelumnya yang hanya dilengkapi kamera, produk ini disebut-sebut akan hadir dengan layar bawaan sehingga benar-benar layak disebut kacamata pintar. Kehadirannya memicu rasa penasaran publik dan bahkan Apple dikabarkan ikut melirik pasar serupa.
Namun, di balik antusiasme tersebut, ada satu masalah yang bisa mengganjal kesuksesan Hypernova. Kacamata ini dikabarkan membutuhkan perangkat tambahan berupa neural wristband untuk bisa berfungsi optimal. Gelang pintar ini bekerja dengan membaca sinyal listrik dari otot tangan, memungkinkan pengguna mengontrol aplikasi mini di layar kacamata hanya dengan gerakan jari atau tangan.
Sekilas, teknologi ini terdengar futuristis dan revolusioner. Tapi ada pertanyaan besar: apakah orang mau repot memakai gelang khusus setiap kali menggunakan kacamata? Harga yang diperkirakan mencapai 800 dolar AS sudah menjadi pertimbangan serius. Ditambah lagi, tidak semua orang nyaman memakai perangkat di pergelangan tangan, apalagi jika harus rutin diisi daya.
Sejarah juga memberi pelajaran penting. Google Glass pernah gagal bukan hanya karena masalah privasi, tapi juga karena tampilannya dianggap aneh sehingga penggunanya mendapat stigma sosial. Meta sempat berhasil menepis masalah itu dengan Ray-Ban smart glasses yang tampil seperti kacamata biasa. Jika kini Hypernova justru kembali menuntut pengguna mengenakan perangkat tambahan yang mencolok, ada risiko sejarah berulang.
Meski begitu, tren teknologi dan kebiasaan pengguna jelas sudah berubah dibanding satu dekade lalu. Generasi baru mungkin lebih terbuka untuk memakai perangkat wearable di tubuhnya. Jika Meta mampu menjadikan neural wristbandini praktis, nyaman, dan tidak mengurangi gaya, Hypernova bisa membuka babak baru bagi kacamata pintar. Namun jika tidak, perangkat ambisius ini bisa bernasib sama seperti Google Glass: mati muda sebelum benar-benar berkembang.