Obsidian kembali dengan sekuel yang lebih matang dan berani. The Outer Worlds 2 membawa formula RPG klasik ke level baru dengan cerita lebih kuat, sistem pertarungan yang solid, dan kritik sosial yang semakin tajam. Jika Star Trek menggambarkan masa depan penuh harapan, maka The Outer Worlds 2 menunjukkan versi gelap dan satir dari apa yang mungkin benar-benar terjadi.
Dunia Baru, Konflik Lama
Game ini masih mengusung gaya open-world RPG seperti Dragon Age dan Fallout, di mana pemain berperan sebagai tokoh utama yang mempengaruhi nasib berbagai faksi di semesta. Namun kali ini, latarnya berpindah dari sistem Halcyon ke Arcadia—sebuah koloni baru yang dikuasai oleh korporasi dan kelompok fanatik. Di sinilah pemain dihadapkan pada dilema moral yang rumit, memilih di antara organisasi korup, pemerintahan otoriter, atau sekte ilmiah yang mengorbankan kemanusiaan demi “pencerahan”.
Keputusan yang diambil tidak pernah benar-benar baik atau buruk. Setiap pilihan membawa konsekuensi yang memaksa pemain berpikir dua kali sebelum menekan tombol konfirmasi. Di sinilah kekuatan utama The Outer Worlds 2: ia memaksa kita mempertanyakan moralitas di dunia yang penuh kepentingan.
Gameplay dan Sistem Karakter yang Lebih Hidup
Sistem perkembangan karakter kini lebih kompleks dan memikat. Pemain hanya mendapat dua poin keterampilan per level, sehingga setiap peningkatan harus benar-benar dipikirkan. Ada pula fitur “flaw” yang unik, di mana karakter bisa mendapatkan keuntungan tertentu dengan menanggung kelemahan permanen. Misalnya, karakter yang sering mencuri bisa mendapatkan uang lebih dari barang curian, tetapi juga berisiko mencuri secara otomatis di waktu yang salah.
Pertarungan terasa jauh lebih dinamis dibanding game pertama. Gerakan lebih lincah, senjata lebih bervariasi, dan efek visual yang semakin kreatif—mulai dari shotgun tanpa suara hingga senjata yang semakin kuat seiring banyaknya musuh yang dikalahkan. Namun, variasi musuh masih menjadi kelemahan besar, karena jenis lawan yang ditemui cenderung berulang di setiap planet.
Companion Lebih Berkarakter
Salah satu peningkatan terbesar ada pada para companion. Masing-masing karakter memiliki latar belakang dan ideologi yang mewakili faksi tertentu. Interaksi di antara mereka tidak hanya menambah kedalaman cerita, tapi juga membantu pemain memahami konflik politik di Arcadia. Sayangnya, beberapa karakter awal terasa kurang kuat dibanding rekan-rekan yang muncul di pertengahan permainan.
Satire Dunia Modern yang Terasa Dekat
Enam tahun setelah game pertamanya, dunia nyata kini terasa lebih suram—dan The Outer Worlds 2 mencerminkannya dengan tepat. Humor khas Obsidian masih kuat, tetapi kini dibalut dengan kritik sosial yang relevan: budaya kerja berlebihan, propaganda korporasi, hingga tren “grindset mindset” yang menipu banyak orang lewat janji kesuksesan palsu. Ada pula sindiran terhadap multi-level marketing dan perusahaan yang memanipulasi karyawan lewat slogan motivasi kosong.
Lewat dunia yang absurd tapi akrab, game ini menunjukkan bahwa manusia bisa tertawa bahkan di tengah kehancuran. The Outer Worlds 2 bukan sekadar sindiran terhadap kapitalisme atau agama, tapi juga refleksi tentang bagaimana kita bertahan dalam sistem yang rusak.
The Outer Worlds 2 berhasil menjadi sekuel yang lebih tajam, lucu, dan bermakna. Meskipun masih memiliki kelemahan pada tempo awal cerita dan variasi musuh, ia menawarkan pengalaman RPG yang kuat dengan pesan sosial yang relevan. Game ini membuktikan bahwa di tengah kekacauan, tawa bisa menjadi bentuk perlawanan paling manusiawi.

