YouTube kembali menjadi pusat perhatian setelah memperluas penerapan sistem verifikasi usia berbasis kecerdasan buatan di Amerika Serikat. Langkah ini awalnya diumumkan pada Juli lalu dan sejak awal bulan ini semakin banyak pengguna melaporkan bahwa akun mereka diblokir dari konten tertentu karena dianggap belum cukup umur, meskipun mereka merupakan pengguna dewasa.
Bagi sebagian pengguna, YouTube merupakan platform utama untuk mencari informasi maupun hiburan. Mulai dari berita internasional, penampilan musik, ulasan gim hingga konten edukasi teknis dapat ditemukan dalam satu aplikasi. Namun ekspansi kebijakan verifikasi usia telah memicu kekhawatiran serius mengenai privasi dan keamanan data.
YouTube menggunakan berbagai indikator untuk memperkirakan usia pengguna, termasuk riwayat pencarian, jenis video yang ditonton, aplikasi yang terhubung, serta informasi akun Google. Jika sistem mendeteksi pengguna berpotensi di bawah umur, maka pembatasan konten otomatis diberlakukan. Konten yang mengandung unsur kekerasan, bahasa kasar, tindakan berbahaya, atau tema dewasa tidak sepenuhnya dilarang, namun dikategorikan sebagai konten khusus dewasa dan hanya dapat diakses setelah proses verifikasi.
Masalah muncul ketika banyak pengguna dewasa dilaporkan terkena penyaringan tersebut meskipun mereka tidak mengakses konten yang tergolong sensitif. Untuk mengembalikan akses normal, pengguna harus mengunggah identitas resmi, foto selfie untuk identifikasi biometrik, atau data kartu kredit. Banyak pengguna merasa proses ini terlalu jauh melibatkan data sensitif mereka dan berisiko disalahgunakan.
Di sisi lain, YouTube menegaskan bahwa data yang terkumpul tidak digunakan untuk keperluan iklan. Meski demikian, para pakar privasi tetap memperingatkan bahwa data digital, terutama dokumen identitas resmi, dapat menjadi target empuk bagi peretas jika terjadi pelanggaran sistem keamanan.
Kebijakan ini dinilai bukan semata-mata keputusan perusahaan, melainkan respons terhadap aturan baru di berbagai negara. Di Amerika Serikat, sebagian besar negara bagian telah mewajibkan platform digital menerapkan verifikasi usia pada layanan yang memungkinkan anak mengakses konten dewasa. Inggris melalui regulasi Online Safety Act juga telah menerapkan aturan serupa, menyebabkan peningkatan penggunaan VPN untuk menghindari pembatasan tersebut.
Kontroversi semakin memanas karena sejumlah pengguna menemukan bahwa pembatasan ini juga berdampak pada konten edukatif yang sensitif seperti kesehatan mental atau informasi pencegahan bunuh diri. Bagi individu yang membutuhkan bantuan, pembatasan semacam ini justru dapat menutup akses terhadap sumber informasi penting.
Kritik lain yang muncul adalah kekhawatiran bahwa anak-anak dan pengguna yang menolak identifikasi akan berpindah ke platform alternatif yang tidak dikontrol dengan baik. Hal ini dinilai dapat memperburuk masalah keamanan digital yang menjadi alasan pembatasan diberlakukan.
Meskipun sebagian pengguna mungkin tidak terkena dampak langsung, kebijakan baru ini dianggap sebagai preseden bagi masa depan internet yang semakin mengarah pada kewajiban berbagi data pribadi untuk mengakses layanan. Mulai tahun depan, beberapa negara bagian di AS seperti Texas, Utah, dan Louisiana bahkan akan meminta verifikasi usia sebelum pengguna dapat mengunduh aplikasi dari toko aplikasi resmi.
Di tengah perdebatan, sebagian pengguna menyatakan siap meninggalkan YouTube jika platform tersebut tetap mewajibkan unggahan identitas. Mereka menilai hiburan bukan alasan yang cukup kuat untuk menyerahkan data pribadi berisiko tinggi.
Perubahan ini memunculkan pertanyaan besar mengenai keseimbangan antara perlindungan anak dan privasi pengguna. Apakah verifikasi usia merupakan solusi terbaik atau justru gerbang menuju masa depan digital yang lebih invasif masih menjadi perdebatan panjang.
Pembaca dapat menyampaikan pendapat mereka di kolom komentar dan mengikuti perkembangan isu ini seiring semakin banyak negara dan platform menerapkan kebijakan serupa.

